ABUL ASWAD AD DUALI (1 SH- 69 H
/603-688 M)
Pakar nahwu
Dahulu,
Bahasa Arab tak mengenal adanya harakat. Masyarakat Arab menggunakan dialek
kebiasaan mereka saat mengucapkan bahasa Arab. Bayangkan betapa sulitnya
membaca Al-Qur'an tanpa tanda harakat satu pun. Oleh karena itulah, Abul
Aswad Ad-Duali mejadi sosok yang berkiprah sangat penting bagi
umat Muslim. Dialah yang menemukan kaedah tata Bahasa Arab (Nahwu),
salah satunya yakni kaedah pemberian harakat.
Abul
Aswad Ad-Duali memiliki nama
asli Dzalam
bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Du’ali. Dia biasa
dipanggil dengan nama kunyah (panggilan) Abul
Aswad. Sementara Ad-Duali merupakan nisbat
dari kabilahnya yang bernama Du'al dari Bani
Kinanah. Abul
Aswad Ad-Duali merupakan seorang Tabi'in, murid sekaligus shahabat
Khalifah keempat, Ali Bin Abi Thalib. Ia ahir
tahun 603 Masehi dan wafat pada 688 Masehi.
Sebelum
menjadi pakar nahwu, Ad-Duali banyak berkiprah di
dunia perpolitikan. Ia sempat menjadi hakim di Bashrah pada era kekhalifahan Umar bin
Khattab hingga kemudian ia diangkat menjadi gubernur kota
tersebut di masa kepemimpinan Ali. Saat perang Jamal, Ad-Duali
merupakan juru ruding perdamaian antar dua kubu. Ia juga pernah diutus sahabat
Rasulullah, Adullah Ibn Abbas untuk
memerangi kaum Khawarij.
Peran Abul
Aswad Ad-Duali
Ia
menjadi murid Ali bin Abi Thalib, dan nahwu ia pelajari sendiri
darinya ( Ali ibn Abi Thalib), yang merupakan pakar nahwu kala itu.
Dia termasuk orang yang pertama mengumpulkan mushaf dan mengarang ilmu nahwu
dan peletak dasar kaidah-kaidah nahwu, atas rekomendasi dari Ali bin Abi
Thalib.
Ia juga
mendapat intruksi dari Ali Bin Abi Thalib, ketika menjadi
khalifah, untuk merumuskan tanda-tanda baca pada tulisan.
Sasaran pertamanya adalah mushaf-mushaf Al Qur’an, karena disinilah
letak kekhawatiran salah baca seperti yang kerap terjadi waktu itu.
Dalam
Ensiklopedi Peradaban dikisahkan, Ad-Duali pada suatu hari
melewati seorang yang tengah membaca Al-Qur'an. Ia mendengar surah
At-Taubah ayat 3 dibaca dengan kesalahan harakat di ujung kalimat.
Meski hanya satu kesalahan harakat, namun artinya sangat jauh berbeda. Ad-Duali
mendengar orang itu membaca Anna Allaha bari'um -mina-l musyrikiin wa
rasuulihu seharusnya dibaca Rasuluhu Jika diartikan akan sangat
jauh berbeda. Pembacaan pertama yang salah tersebut berarti "Sesungguhnya
Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya.” Tentu saja arti
tersebut menyesatkan, karena Allah tidak pernah berlepas dari utusanNya. Makna
kalimat yang semestinya yakni “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri
dari orang-orang musyrik.” Hanya satu harakat, tapi mengubah arti yang begitu
banyak.
Sejak
peristiwa itulah, Ad-Duali mulai menekuni Nahwu
dan berkeinginan memperbaiki Bahasa Arab. Ia khawatir jika tak dibuat sebuah
kaedah, Bahasa Arab akan mudah lenyap begitu saja. Mengingat di era kekhaifan
Ar-Rasyidin pun, sudah terdapat kesalahan baca Al-Qur'an.
Mulailah Ad-Duali membuat kaedah tata
bahasa Arab.
Ketika
itu, belum digunakan fathah, dhamah ataupun kasrah. Ad-Duali
mengunakan sistem titik berwarna merah sebagai syakal kalimat. Titik-titik
tersebut yakni, sebuah titik di atas huruf dimaknai a yakni fathah, satu titik di bawah
huruf dibaca i atau kasrah, satu titik di
sebelah kiri huruf dibaca u yakni dhammah.
Adapun
tanwin
(dua fathah, dua kasrah dan dua dhammah) tinggal menambah titik tersebut
menjadi dua buah. Titik-tik tersebut dicetak merah agar membedakan dengan tulisan
Arab yang menggunakan tinta hitam.
Kaedah
nahwu Ad-Duali
ini dikenal mengusung mazhab Bashrah. Pada perkembangan
bahasa Arab, muncul dua mazhab yakni Bashrah dan Kufi.
Kedua mazhab tersebutlah yang sangat gencar menyebarkan ilmu nahwu ke penjuru
dunia.
Maka dari
itu, Abul Aswad berjasa dalam membuat harakat Al Qur’an. Ia berhasil
mewariskan system penempatan “titik-titik” tinta berwarna merah
yang berfungsi sebagai syakal-syakal yang menunjukkan unsur-unsur kata Arab
yang tidak terwakili oleh huruf-huruf. Penempatan titik-titik tersebut, adalah:
· Tanda fathah
dengan satu titik diatas huruf (a).
· Tanda
kashrah dengan satu titik dibawah huruf (i)
· Tanda Dhamah
dengan satu titik disebelah kiri huruf (u)
· Tanda tanwin
dengan dua titik (an-in-un)
Untuk membedakan titik-titik tadi
dari tulisan pokoknya (biasanya berwarna hitam), maka titik-titik
itu diberi warna (biasanya merah).
Tetapi system ini tidak dapat begitu saja menyelesaikan masalah,
sebab ada huruf-huruf yang sama bentuknya namun harus dibaca
berlainan tanpa dibubuhi tanda-tanda pembeda, huruf-huruf
itu menyukarkan banyak pembaca.
Dalam perkembangannya, upaya Ad-Duali ini disempurnakan oleh
beberapa muridnya yakni Nasr Ibn ‘Ashim (w. 707 M) dan Yahya
Ibn Ya’mur (w. 708 M). Mereka melakukan penyempurnaan harakat
tersebut pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan di Dinasti
Umayyah.
Selain
keduanya, Ad-Duali juga memiliki beberapa
murid lain yang juga pakar dalam bahasa Arab. Beberapa muridnya yakni Abu Amru
bin ‘alaai, Al Kholil al Farahidi al Bashri yang
merupakan pelopor ilmu arudh dan penulis Kamus Arab pertama.
Tak
hanya harakat, Ad-Duali melahirkan banyak
kaedah tata bahasa Arab yang hingga kini masih menjadi patokan atau rujukan.
Sejak dikenal sebagai peletak dasar ilmu i'rab, maka banyak orang datang untuk
belajar ilmu qira'ah ataupun dasar ilmu i'rab. ia mencurahkan hidupnya untuk
menelaah ilmu nahwu, hingga wafatnya pada tahun 688 masehi di Basrah.
Wafatnya
Abu Al Aswad meninggal
karena wabah ganas yang terjadi pada tahun 69 Hijriyah dalam usia 85 tahun.
Perkataan para ulama tentangnya
Ahmad Al-Ijli
berkata, “Dia tsiqah (terpercaya) dan orang yang pertama kali berbicara tentang
ilmu nahwu”. Al-Waqidi berkata, “Dia masuk Islam pada masa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam masih hidup.” Orang lain berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali
ikut perang Jamal bersama Ali bin Abu Thalib, dan dia termasuk pembesar
kelompok pendukung Ali dan orang yang paling sempurna akal serta pendapatnya di
antara mereka. Ali radhiallahu ‘anhu telah menyuruhnya meletakkan dasar-dasar
ilmu nahwu ketika beliau mendengar kecerdasannya.” Al Waqidi berkata, “Lalu Abu
Al Aswad menunjukkan kepadanya apa yang telah ditulisnya,” Ali bin Abu Thalib
radhiallahu ‘anhu berkata, “Alangkah baiknya nahwu yang kamu tulis ini.” Dan
diriwayatkan pula bahwa dari situlah ilmu nahwu disebut ‘nahwu’. Muhammad bin
Salam Al Jumahi berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali adalah orang yang
pertama kali meletakkan bab Fa’il, Maf’ul, Mudhaf, Huruf Rafa’, Nashab, Jar,
dan Jazm. Yahya bin Ya’mar lalu belajar tentangnya.”
Al-Mubarrad
berkata, Al-Mazini menceritakan kepadaku, dia berkata, “Sebab yang
melatarbelakangi diletakkannya ilmu nahwu adalah karena Bintu Abu Al Aswad
(anak perempuan Abu Al Aswad) berkata kepadanya, ‘Maa asyaddu Al Harri
(alangkah panasnya) Abu Al Aswad lalu berkata, Al Hasyba Ar Ramadha’
(awan hitam yang sangat panas)’ anak perempuan Abu Al Aswad berkata,
‘aku takjub karena terlalu panasnya’. Abu Al Aswad berkata, ‘Ataukah
orang-orang telah biasa mengucapkannya ?’. lalu Abu Al Aswad
mengabarkan hal itu kepada Ali bin Abu Thalib, lalu dia memberikan dasar-dasar
nahwu kepadanya dan dia meneruskannya. Dialah pula orang yang pertama kali
meletakkan titik pada huruf.”
Al-Jahizh
berkata, “Abu Al-Aswad adalah pemuka dalam tingkat sosial manusia. Dia
termasuk kalangan ahli fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria
berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung Ali, sekaligus orang
bakhil. Dia botak bagian depan kepalanya.”
0 comments:
Posting Komentar