Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag
(Penulis Buku Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab)
Belajar suatu bahasa, baik bahasa ibu (mother tongue) atau
bahasa nasional yang menjadi simbol kebangsaan, pada masa kanak-kanak merupakan
proses yang mau tidak mau mesti berlangsung. Proses yang tak dapat dihindari
dan sebuah keniscayaan. Disebut bahasa ibu karena bahasa ini dipakai oleh
anak-anak saat ia berkomunikasi dengan ibunya ketika ia mulai belajar bicara.
Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang berbahasa daerah
tertentu, misalnya bahasa jawa dan sunda, anak tersebut akan menjadikan
bahasa daerah sebagai “ bahasa ibunya”
Bahasa nasional ialah bahasa yang dipakai sebagai bahasa
resmi dalam Negara atau bangsa tertentu. Bahasa nasional kesatuan republik
Indonesia adalah bahasa Indonesia se-bagaimana yang dikukuhkan pada sumpah
pemuda puluhan tahun yang lalu. Mempelajari sebuah bahasa bukan hanya
mempelajari bahasa berdasarkan kurikuler, melainkan juga harus belajar dari
masyarakat sekitar ( bahasa komunikasi yang berkembang mulai dari yang
terdekat, seperti ibu, bapak, nenek, adik, dan teman-sahabat bermain hingga
seseorang memasuki lembaga pendidikan formal. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa anak didik Indonesia meskipun ia belum memasuki lembaga sekolah sudah
memiliki pengalaman berbahasa, baik bahasa ibu maupun bahasa Indonesia atau
bahkan kedua-duanya karena Indonesia termasuk Negara yang menggunakan
dwibahasa, yakni bahasa nasional dan daerah.
Seseorang yang mempelajari bahasa asing, misalnya bahasa
arab disekolah formal, madrasah, pesantren, akademi, dan perguruan tinggi
tergolong sebagai orang yang berkepandaian khusus. Setiap tahunnya, ribuan
bahkan mungkin ratusan ribu orang yang bersemangat mempelajari bahasa asing
dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda. Diantara yang puluhan atau bahkan
ratusan ribu orang itu yang berhasil baik dan mencapai tujuan demikian?
sebab pertama dan paling utama adalah orng yang mempelajari bahasa asing
tersebut sudah memiliki pengalaman berbahasa komunikasi dengan bahasa ibu.
Bahasa ibu inilah yang dipandang sebagai penghambat, meskipun seseungguhnya
tidaklah demikian. Kita tentu sudah mafhum bahwa pengalaman berbahasa seseorang
berbeda-beda antar seseorang dan orang lainnya. Seorang anak yang sejak kecil
hanya menggunakan satu bahasa, mislanya bahasa Indonesia, mempunyai kebiasaan
utnuk menggunakan bahasa yang diketahuinya itu. Kini, bahasa yang ia gunakan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengalamannya dalam bentuk
perbuatan-perbuatan dan pengenalan tentang barang-barang. Pengalaman yang
bertambah dan tertanam kuat dalam benak ketika berhubungan erat dengan
penambahan pelajaran bahasa pada perkembangan selanjutnya, meskipun tanpa
disadarinya.
Ketika seorang anak dalam proses belajar disekolah harus
mempelajari sesuatu bahasa asing, sebenarnya, ia menghadapi masalah yang sama,
yaitu melalui tahap-tahap pengenalan pendengaran, dan pengucapan. Tetapi,tahap
yang ditempuh tentu dalam wujud yang sangat jauh berbeda, misalnya perbedaan
dalam segi suara, kosakata, tata kalimat, dan juga tulisan. Unsur –unsur bahasa
yang diajarkan dalam tingkat anak-anak akan sangat jauh berbeda dengan
unsur-unsur bahasa yang diajarkan ditingkat pelajar (bahasa ibu dan nasional)
karena bagaimanapun tidak ada bahasa yang unsur –unsur atau strukturnya sama.
Jadi, dapat dikatakan bahwa proses mempelajari bahasa arab sebagai bahasa asing
bagi orang Indonesia merupakan usaha-usaha yang khusus untuk membentuk dan
membina kebiasaan baru yang dilakukan secara sadar, sedangkan ketika
mempelajari bahasa ibu, proses pembelajaran itu berlangsung tanpa sadar.
Seorang pelajar sudah penah mendapatkan pengetahuan tentang gramatika bahasanya
sendiri ia akan berusaha pula untuk mendapatkan hal yang sama ketika ia
mempelajari bahasa asing.
Menurut hemat kami, proses kamajuan mempelajari bahasa bagi
orang Indonesia sangat bergantung pada sejauh mana perbedaan dan persamaan
antara bahasa pelajar dan bahasa arab yang dipelajarinya dan sejauhmana bahasa
pelajar itu dapat mempengaruhi proses pembelajaran bahasa arab. Dalam
pengajaran bahasa asing, ada sebah prinsip yang harus selalu menjadi rujukan,
yaitu bahwa persaman-persamaan antar bahasa pelajar dan bahasa asing yang
dipelajari dapat menimbulkan berbagai kemudahan, sedangkan perbedaan-perbedaan
yang ada dapat menimbulkan berbagai kesulitan. Atas dasar prinsip itu, sebelum
memberi pelajaran dikelas, seorang guru bahasa arab harus sudah membuat catatan
dan daftar mengenai perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan itu terlebih
dahulu, baik mengenai tata bunyi, kosakata, tata kalimat, tulisan. Sulit
dipungkiri bahwa perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan itulah yang sering
menjadi masalah dan menimbulkan kesukaran daam proses pembelajaran bahasa arab
permasalahan ini terkadang kurang disadari oleh sebagian guru bahasa arab, baik
guru bahasa arab yang berasal dari Indonesia maupun guru penutur aslinya
(native speaker).
Seorang guru bahasa arab seharusnya banyak menaruh dan
mencurahkan perhatiannya kepada perbedaan-perbedaan itu karena para pelajar
secara umum banyak yang membuat kesalahan dalam hal-hal yang berkaitan dengan
perbedaan – perbedaan antara bahasa asing dan bahasa ibu seorang pelajar.
Tegasnya, tindakan yang harus dilakukan untuk mempelancar proses belajar bahasa
asing harus diawali oleh seleksi materi pelajaran, uruatan, dan cara
penyajianya. Namun, uraian tentang persamaan-persamaan yang ada antara bahasa
ibu dan bahasa asing harus didahulukan dari pada perbedaan-perbedaannyta,
terutama bagai tingkat pemula. Langkah ini dilakukan untuk menghindari
timbulnya kesan bahwa bahasa arab itu bahasa yang sangat sulit dipelajari.
Selama ini, bahasa arab merupakan pelajaran ang sangat ditakuti oleh sebagian
besar pelajar disekolah, termasuk pesantren sekalipun. Ini terjadi karena seleksi
materi pelajaran, urutan, dan cara penyajiannya yang kurang sesuai dan tidak
disesuaikan dengna situasi kondisi psikologi pelajar Indonesia.
Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa, selama ini, buku-buku
pelajaran bahasa arab yang digunakan di madrasah dan pesantren banyak yang
berasal dari Negara-negara arab yang tentu saja belum dilakukan penyesuaian
untuk proses pengajaran bahasa bagi orang asing, termasuk orang Indonesia.
Realitas ini memungkinkanadannya penyeleksian materi, urutan, dan cara
penyajian yang hanyak cocok bagi pelajar yang sudah memiliki dasar tentang
bahasa arab. Padahal materi tersebut sungguh pun sangat bagus belum tentu tepat
dan cocok untuk pelajar Indonesia. Atas dasar itu, penerbitan buku-buku teks
tentang pelajaran bahasa arab bagi semua tingkatan, mulai dari tingkatan
ibtidaiyah, tsanawiyah, a’liyah hingga perguruan tinggi sangat diperlukan.
Demikian pula halnya buku-buku teks untuk perguruan tinggi yang harus
dibagi dalam tiga tingkatan yaitu tingkat pemula( marhalah ibtidaiyyah), tingkat
menengah (marhalah muthawasithah) dan tingkat lanjutan(marhalah muqaddimah).
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat dikatakan bahwa
orang Indonesia yang besar minatnya untuk mempelajari bahasa arab pasti banyak
menemui problematika kebahasaan yang harus diatasinya sendiri, baik yang
bersifat linguistik seperti mengenai tata bunyi, kosakata, tata kalimat, dan
tulisan maupun bersifat non linguistik seperti yang menyangkut segi sosio
budaya permasalahan –permasalahan seperti inilah yang harus diperhatikan dan
diamati secara cermat ketika sorang penyusun bermaksud menulis pelajaran bahasa
arab untuk orang Indonesia.
1 comments:
ALHAMDULILLAH,,,TERIMAKASIH ATAS ILMU NYA USTADZ,,,,,,
Posting Komentar